Melihat adanya dasar pijakan yang sama, bahwa semua ajaran
agama yang dibawa oleh para utusan. Mulai dari Adam sampai dengan Muhammad,
bahkan juga para utusan lainnya
yang namanya tidak disebutkan
di dalam Alquran, semua berbicara tentang ketauhidan. Semua menyeru manusia untuk beribadah dan
mengabdikan diri hanya kepada-Nya, kepada
Tuhan yang Maha Esa. Sebagaimana diterangkan oleh-Nya pada QS.21 Al
Anbiyaa’ di ayat ke 25 dan QS.23 Al Mu’minuun ayat ke 52.
Dan Kami tidak mengutus
seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:”Bahwasanya
tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Aku
(25)”.
Sesungguhnya (agama tauhid)
ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka
bertakwalah kepada-Ku (52).
Maka dengan demikian dapat dipastikan bahwasanya semua ajaran agama yang mereka bawa, dari
Adam sampai Muhammad adalah ajaran agama Islam. Sehubungan dengan
keberadaan Adam, sebagai seorang muslim pertama di muka bumi. Juga sehubungan
dengan pembacaan dua kalimat syahadat, sebagai pelaksanaan
dari rukun Islam yang pertama
di dalam ajaran agama yang dibawa oleh Muhammad. Maka terkadang menjadi pembicaraan, atau
pertanyaan di kalangan umat. Apakah sebagai seorang muslim, nabi Adam di masa lalu juga bersyahadat? Tidak sedikit pula umat yang percaya, bahwa
sebenarnya nabi Adam juga bersyahadat. Dalam pengertian mengucapkan dua kalimat
syahadat, sebagaimana yang dilakukan
umat Islam sekarang ini. Dimana secara lengkap dua kalimat syahadat itu
berbunyi sebagai berikut;
“Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu,
wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah”.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Tetapi dengan disertakannya kata Muhammad, di
dalam syahadat Adam di masa lalu. Rasanya memang agak sulit untuk dapat memahami.
Apalagi kalau yang dimaksud sebagai Muhammad pada dua kalimat syahadat itu. Adalah sosok dari nabi Muhammad,, seperti yang kita kenal sekarang sebagai utusan-Nya yang terakhir. Karena bukankah pada saat itu beliau belum ada, karena memang belum dilahirkan? Terhadap pembicaraan atau pertanyaan semacam ini, memang sulit bagi untuk
kita dapat menjawab secara pasti. Karena pada dasarnya kita tidak berada, atau
tidak hidup di masa kenabian Adam. Bahkan dalam hal ini,
pertanyaan tentang syahadat semacam itu, bukan hanya ditujukan kepada nabi Adam
saja. Karena ada juga yang mempertanyakannya terhadap Muhammad, sebagai
Rasulullah. Apakah beliau sendiri juga bersyahadat? Mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagaimana yang dilakukan oleh umatnya? Seperti juga pertanyaan terhadap nabi Adam. Pertanyaan ini kita juga tidak akan pernah mampu dijawab dengan pasti. Apalagi penjelasan serta
keterangan tentang bersyahadatnya
Muhammad, juga tidak kita dapatkan di dalam Alquran.
Kalau disimak lebih
dalam, sebenarnya pesan syahadat lebih banyak ditujukan kepada umat. Bukan
kepada Adam atau Muhammad, atau para utusan-Nya yang lain. Dimana umat sebenarnya merupakan
tujuan akhir dari petunjuk Allah berupa Alquran. Sebagaimana hal itu telah diamanatkan
kepada para utusan. Agar sebagai utusan-Nya, mereka membangkitkan kesadaran umat, menerangkan dengan sebenarnya kepada
umat.
Siapa sesungguhnya yang dimaksud sebagai Tuhan, di alam semesta yang luasnya tak terkira ini. Kepada siapa
selayaknya sebagai mahluk ciptaan-Nya, manusia harus mengabdikan diri. Juga tidak lupa memperkenalkan
kepada mereka tentang siapa dirinya. Orang yang telah diberi kepercayaan
oleh-Nya untuk menyampaikan amanat. Berupa petunjuk tentang jalan
keselamatan bagi manusia, selama mereka menjalankan kehidupan di dunia dan
kelak di akhirat.
Tentang adanya syahadat
sebagai sebuah konsep, dan bagaimana pula syahadat itu sendiri seharusnya dilaksanakan.
Sejauh ini penulis baru mengenalnya, hanya ada di dalam ajaran agama Islam. Jadi
kalau memang benar demikian adanya, berarti syahadat adalah sebuah konsep yang
memang benar-benar baru. Konsep yang belum pernah disampaikan kepada para
utusan sebelumnya. Diturunkan kepada utusan-Nya yang terakhir Muhammad, untuk
selanjutnya disampakan kepada umat. Dengan maksud untuk yang terakhir kalinya, Allah mengingatkan
kembali seluruh umat manusia. Untuk apa sebenarnya mereka diciptakan. Dimana mereka
diciptakan untuk mengabdi hanya kepada-Nya, sebagaimana
dikatakan pada QS. 51 Adz Dzaariyat di ayat ke
56. Untuk dapat mengabdi kepada-Nya dengan benar, maka diturunkanlah
Alquran sebagai kitab petunjuk. Selanjutnya syahadat ini ditempatkan sebagai rukun yang pertama, pada lima bagian dari
rukun
Islam. Rukun yang berbicara tentang bentuk-bentuk peribadatan, yang sifatnya
wajib untuk dilaksanakan oleh umat Islam di dalam kehidupannya. Ditempatkannya
syahadat pada bagian pertama dari rukun Islam. Karena sesungguhnya semua bentuk
peribadatan manusia, terutama umat Islam, di dalam hidupnya. Harus dilandasi
oleh kesadaran, bahwa semua itu dilakukan hanya karena Allah semata. Sebagai
wujud dari kesaksian dan pengakuan mereka terhadap-Nya, Tuhan yang
Maha Esa. Bukan kepada tuhan atau sesembahan yang lain. Dimana pelaksanaan dari
tata-cara peribadatan itu, dapat dilihat di dalam Alquran sebagai kitab
petunjuk. Juga dicontoh dari apa yang dilakukan dan diajarkan oleh utusan-Nya,
Muhammad. Bagi umat Islam sendiri, dua kalimat syahadat ini, merupakan bagian yang
harus selalu dibaca di dalam rangkaian ibadah shalat. Ibadah yang dilakukan
sebanyak lima kali, dalam sehari dan semalam. Sedangkan bagi non-muslim yang
akan masuk ke dalam agama Islam. Dua kalimat syahadat ini juga menjadi
persyaratan pertama, yang wajib dilafazkan melalui bibirnya. Selanjutnya
harus ditanamkannya di dalam jiwa dengan sepenuh keyakinan. Sebelum akhirnya
mereka harus melaksanakan empat rukun Islam yang lainnya, berupa shalat, zakat,
puasa dan haji. Dimana upacara masuknya seseorang ke dalam agama Islam, harus
dihadiri oleh beberapa orang muslim
lainnya sebagai saksi.
Kata dasar dari
syahadat adalah SYAHID, yang antara lain berarti; sumpah, kepastian,
kenyataan, yakin, menghadirkan, melihat. Orang yang bersyahadat atau
mengucapkan syahadat, berarti adalah orang yang bersumpah dengan pasti, dengan sepenuh keyakinan. Seakan-akan
melihat dan menyakskan secara nyata, dengan sepenuh keyakinan. Bahwasanya tiada
ada Tuhan selain Allah, dan mengakui dengan sepenuh keyakinan bahwa Muhammad
adalah benar-benar utusan-Nya. Tentunya sumpah yang sangat mendasar ini. Baik bagi
mereka yang sudah merasa menjadi seorang muslim, atau mereka yang berniat
mengikuti ajaran agama Islam. Harus dilakukan setelah melalui proses pemikiran dan
perenungan yang panjang, yang dilakukan secara terus menerus. Dengan melihat
kenyataan-kenyataan yang ada, dengan melakukan perbandingan-perbandingan, sebelum
akhirnya mengambil suatu kesimpulan dan memutuskan. Bahwasanya memang
seharusnya hanya ada Satu Tuhan di seluruh alam semesta ini. Tuhan yang telah menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya
dengan haq dan benar. Tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa, yang juga telah
menciptakan dirinya sebagai seorang manusia. Secara ringkas pesan syahadat sebagai rukun Islam
pertama, di dalam ajaran agama yang terakhir, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pada pesan yang
pertama dari syahadat, sebenarnya untuk terakhir kalinya Allah ingin
mengingatkan kembali seluruh umat manusia. Apa sebenarnya tujuan
Dia
menciptakan
mereka. Bahwa Dia
tidak menciptakan manusia, kecuali untuk mengabdi hanya kepada-Nya. Untuk terakhir
kalinya Dia mengingatkan kembali umat manusia. Bahwasanya tidak ada Tuhan yang lain di seluruh
alam semesta ciptaan-Nya
ini, kecuali Allah,
Tuhan yang Maha Esa. Tuhan yang tidak dapat dipersekutukan dengan apapun. Tuhan yang seharusnya
dita’ati serta dipatuhi seluruh petunjuk, perintah serta larangan-Nya. Untuk terakhir
kalinya juga Dia mengingatkan seluruh umat manusia, untuk kembali kepada ajaran agama tauhid yang
benar. Sebagaimana juga telah dibawa oleh para utusan terdahulu.
2. Untuk
menyampaikan pesan serta petunjuk-Nya kepada seluruh umat manusia, Dia tidak
melakukannya secara langsung. Tetapi mengangkat seorang manusia yang bernama
Muhammad, menjadi utusan-Nya. Dengan dibekali sebuah kitab yang bernama;
Alquran. Berisikan pesan dan petunjuk, serta ilmu dan pengetahuan yang sangat berguna
bagi manusia. Dicantumkannya nama Muhammad sebagai utusan-Nya pada kalimat syahadat
yang kedua disini. Untuk kembali memberi penegasan kepada seluruh umat manusia.
Bahwa semua utusan-Nya, mulai dari nabi Adam sampai dengan nabi Muhammad.
Maupun mereka para utusan-Nya yang namanya tidak tercantum di dalam Alquran.
Adalah manusia-manusia ciptaan-Nya juga, sama seperti manusia yang lain sebagai umatnya. Adanya
penegasan semacam ini, agar manusia tidak melakukan penghormatan yang
berlebih-lebihan kepada mereka, yang pada
dasarnya adalah manusia biasa. Karena dikhawatirkan penghormatan yang
berlebihan, akhirnya akan menjurus kepada bentuk pengkultusan dan pemujaan. Dimana
hal semacam itu sebenarnya merupakan suatu bentuk kebodohan. Hal yang sangat
dilarang oleh-Nya, karena akan cenderung menjerumuskan manusia kepada
kemusyrikan. Sebagai umat, memang sudah selayaknya kita memberi penghormatan
kepada mereka, para nabi. Karena pada dasarnya dari para utusan-Nya itulah, kita mengenal
ajaran agama yang benar. Yang akan membawa manusia kepada jalan keselamatan hidup dunia akhirat.
Memang benar bahwasanya
Allah sendiri dan para malaikat, juga bershalawat atau memberi penghormatan
kepada mereka sebagaimana dikatakan pada QS. 33 Al Ahzaab
di ayat ke 56. Hanya saja dalam hal ini, kita tidak pernah tahu secara
pasti. Bagaimana bentuk yang sesungguhnya, shalawatatau penghormatan
yang diberikan Allah dan para malaikat kepada nabi. Walau demikian penghormatan
umat terhadap para nabi, tetap harus dilakukan. Tetapi harus tetap dalam
batas-batas kewajaran. Dalam rangka menjaga, terhadap kemungkinan akan adanya
bentuk pengkultusan. Karena sesungguhnya bentuk penghormatan
terbaik, yang seharusnya dilakukan umat terhadap nabi. Diwujudkan dalam bentuk menerima dan melaksanakan
seluruh petunjuk Allah di dalam Alquran, yang disampaikan kepada Muhammad
sebagai utusan-Nya. Mematuhi semua perintah-Nya, dan meninggalkan semua larangan-Nya secara
benar dan konsisten. Sehingga dengan demikian, sebagai umat kita dapat menjadi
manusia-manusia yang benar-benar beriman dan takwa kepada-Nya.
Sebagaimana sebelumnya telah dicontohkan dalam perilaku para nabi, di dalam
kehidupan mereka. Sesungguhnya itulah bentuk shalawat, bentuk penghormatan yang sebenarnya sebagaimana diharapkan
oleh para nabi dari umat mereka. Karena perilaku umat yang benar-benar penuh
dengan keimanan, dalam menjalankan kehidupannya. Merupakan pertanda dari keberhasilan
mereka dalam menjalankan tugas kenabiannya, sebagaimana yang telah diamanatkan Allah
kepada mereka. Bukan dalam bentuk puji-pujian dalam sebuah nyanyian. Apalagi
Muhammad rasulullah dikenal sebagai pribadi yang sangat sopan dan rendah hati,
yang pastinya akan menolak segala bentuk pujian terhadap dirinya. Jadi inilah hal
paling mendasar dari pesan dua kalimat syahadat, yang sebenarnya harus kita
sadari dan pahami.
Dari uraian
terhadap dua kalimat syahadat, seperti di atas ini. Bahwasanya
Allah menurunkan Alquran kepada Muhammad sebagai utusan yang terakhir untuk
disampaikan kepada umat. Kiranya dapat diambil kesimpulan, bahwa selain pengakuan terhadap keberadaan Allah sebagai Tuhan yang
Esa. Serta pengakuan terhadap utusan-Nya yang
bernama Muhammad, sebagai hal yang tidak dapat dipungkiri. Selanjutnya kita juga harus memberi pengakuan
terhadap Alquran yang diturunkan Allah melalui Muhammad,
yang diwujudkan dengan selalu membaca, mempelajari dan mengamalkannya. Pengakuan
terhadap Alquran yang secara tersirat menjadi bagian dari syahadat, merupakan hal
yang logis. Karena kalau dipikir dengan lebih baik, sekiranya Allah tidak menurunkan Alquran. Akan
adakah seorang yang bernama Muhammad, yang diangkat menjadi utusan-Nya? Juga kalau sekiranya Allah tidak menurunkan Alquran. Maka tidak
akan ada syahadat, dan tidak akan ada pula ajaran agama Islam ini. Ajaran
agama-Nya akan berhenti hanya sampai dengan nabi yang ke 24, ‘Isa. Dalam sebuah skema, bentuk dua
kalimat syahadat terlihat seperti berikut ini.
Dalam hal ini, bukan bermaksud untuk merubah bentuk dari
syahadat. Tetapi karena pada satu sisi, keberadaan Alquran walau tersirat, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari diangkatnya Muhammad sebagai rasul-Nya. Maka
dalam skema berikutnya, pesan syahadat
berikut keberadaan secara tersirat Alquran di dalamnya, akan tampak seperti di
bawah ini.
Ditempatkannya Alquran di antara Allah dengan Muhammad.
Untuk menunjukan bahwa Alquran lebih dulu diciptakan, sebelum Dia menciptakan
manusia. Keberadaan tersirat Alquran yang seakan menjadi kesatuan tak terpisahkan di dalam syahadat, seperti terlihat pada skema di atas ini. Tentunya bukan hal yang bersifat spekulatif, karena hal itu diperkuat oleh keterangan Alquran pada QS. 64 At
Taghaabun ayat 8. Ayat yang menerangkan tentang keharusan manusia untuk
beriman kepada Allah, kepada nabi atau rasulnya, dan juga kepada Alquran. Dimana keberadaan Alquran disini,
diterjemahkan dari kata An Nuur, seperti yang tertulis pada ayat tersebut. Karena
pada satu sisi, Alquran juga dikenal dengan nama yang lain, yaitu; An Nuur yang
berarti Cahaya.
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya
dan kepada cahaya (Alquran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan (8).
Sebenarnya
memang bukan sekedar pada bahasa lisan, terletak esensi dari pesan syahadat
itu. Tetapi yang lebih utama adalah pada pelaksanaannya. Kalau kita memang
benar-benar meyakini dan mengimani, bahwasanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan
di alam ini. Kita juga meyakini dan mengimani, bahwasanya Muhammad memang benar
adalah utusan-Nya. Maka dengan demikian, kita juga harus benar-benar mengimani
Alquran, yang diturunkan Allah kepadanya. Sebagai petunjuk yang sangat berguna
dalam kehidupan. Karena di dalamnya terdapat segala petunjuk tentang
peribadatan lainnya, dan segala petunjuk tentang amal kebajikan yang harus
dilakukan oleh setiap manusia. Selanjutnya syahadat juga diwujudkan dengan melaksanakan ibadah shalat, zakat, puasa dan haji. Sebagai
bentuk keta’atan serta kepatuhan kepada-Nya, dan pengakuan
terhadap kerasulan Muhammad. Karena sesungguhnya
pesan syahadat meliputi seluruh peribadatan yang tertera di dalam rukun Islam,
dan seharusnya tercermin dalam perilaku manusia pada kehidupannya sehari-hari. Adanya kata IQRAA
yang berarti; BACA. Sebagai kata awal dari ayat
yang pertama kali diturunkan di gua Hiraa, kepada Muhammad. Menunjukan betapa
pentingnya arti membaca bagi manusia. Jadi kalau kita mengakui bahwasanya
Alquran merupakan bagian dari syahadat, walaupun secara tersirat. Maka sejatinya
membaca Alquran, harus menjadi bagian dari syahadat itu sendiri. Sehingga
membaca dan mempelajari Alquran, dapat dipahami sebagai suatu bentuk
peribadatan. Itulah sebabnya mengapa dikatakan, bahwa dengan membaca dan
mempelajarinya, insya Allah kita akan mendapat pahala dari-Nya. Jadi sekali
lagi perlu diingat, sehubungan dengan adanya konsep syahadat. Dimana sekiranya
Allah tidak menurunkan Alquran, sebagai petunjuk kepada umat manusia. Maka
sesungguhnya tidak akan ada Muhammad sebagai
nabi terakhir yang menjadi utusan-Nya, tidak akan ada pula konsep syahadat dan ajaran agama ini.
Ketika seseorang melaksanakan ibadah shalat, pada saat
itu dia juga bersyahadat. Karena sesungguhnya pada saat itu dia mengakui Allah,
yang telah memerintahkan kepadanya untuk mendirikan ibadah shalat. Bersamaan
dengan itu, dia juga mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Karena bagaimana
seharusnya gerakan shalat itu dilakukan. Bacaan apa dan surat apa dari Alquran
yang seharusnya dibaca, dan berapa banyak hitungan raka’at seharusnya dilakukan
pada setiap waktu shalat. Semua itu hanya didapat dari petunjuk orang yang
bernama Muhammad sebagai utusan-Nya. Tentang gerakan shalat pun, di dalam
Alquran hanya disinggung sebatas ruku’ dan sujud. Demikian juga ketika
seseorang melaksanakan perintah-Nya untuk membayar zakat, berpuasa atau
melaksanakan ibadah hajji. Semua dilakukan sebagai bentuk pengakuannya dirinya,
terhadap ke Esa-an Allah. Tetapi tentang bagaimana zakat dilakukan dan berapa
banyak perhitungan zakat yang seharusnya dibayar oleh seseorang. Pada waktu
yang mana sebenarnya puasa di mulai dan di akhiri pada setiap harinya, atau
bagaimana selayaknya ibadah haji itu dilaksanakan. Semua itu mengikuti kepada
petunjuk yang diberikan oleh rasulullah. Karena di dalam Alquran tidak
diperinci tentang perhitungan zakat dan ritual haji. Sedangkan tentang pelaksanaan
ibadah puasa, pada QS. 2 Al Baaqarah
di ayat ke 187 hanya dikatakan sebagai berikut;
.........., dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai malam, .......... (187).
Memang agak merepotkan kalau setiap hari kita
harus menentukan waktu fajar di bulan puasa, dengan cara memperbandingkan
benang putih dan benang hitam. Tetapi akhirnya menjadi lebih mudah dan lebih jelas.
Karena sekarang kita selalu memulai puasa pada saat tibanya waktu shalat
shubuh, dan mengakhiri puasa pada saat tiba waktu shalat maghrib setiap
harinya. Dimana semua itu kita lakukan, tentunya berdasarkan arahan dan
petunjuk dari nabi-Nya. Jadi melaksanakan semua peribadatan yang tercantum pada
rukun Islam. Sebenarnya juga merupakan pengakuan terhadap Allah yang Maha Esa, dan
juga pengakuan terhadap Muhammad rasulullah. Karena semua teknis pelaksanaan
peribadatan, kita dapatkan penjelasannya dari Muhammad sebagai rasul-Nya.
Semua yang tercantum di dalam rukun Islam,
sebenarnya merupakan identitas dari kaum muslimin. Karena seseorang yang
mengaku dirinya beragama Islam, sejatinya melaksanakan semua rukun tersebut. Bersyahadat,
mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa dan melaksanakan ibadah haji. Sebagai
konsekwensi logis atas pernyataan syahadatnya, bahwa dirinya adalah seorang
yang taat dan patuh kepada Allah dan rasulnya. Hanya saja pada pelaksanaan ibadah
haji, Dia masih memberi kelonggaran kepada umat, yang tidak atau belum mampu
untuk melaksanakannya. Sebagaimana keterangan itu disampaikan-Nya pada QS. 3 Ali Imraan di ayat ke 97.
....... mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia tehadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barangsiapa yang
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam ....... (97).
Karena pada pelaksanaan ibadah haji, banyak hal
yang harus dipertimbangkan. Seperti yang menyangkut masalah jarak tempuh yang
jauh, bagi mereka yang tidak tinggal di sekitar
negeri Arab. Menyangkut masalah keuangan, maupun masalah kondisi kesehatan dari
seseorang.
Sehubungan dengan syahadat, selayaknya harus
menjadi perhatian bersama. Terhadap mereka non-muslim yang masuk Islam. Karena
tidak sedikit masuknya mereka ke dalam agama Islam. Terutama laki-laki, hanya
karena ingin menikah dengan wanita muslim. Bukan dikarenakan niat yang tulus
dan ikhlas, ingin menjadi seorang muslim yang benar beriman kepada-Nya. Dimana dua
kalimat syahadat sebagai rukun Islam pertama, yang diucapkannya di hadapan para
saksi. Untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah menjadi seorang muslim. Hanya
dijadikan sekedar syarat, agar dapat menikahi wanita muslim. Karena setelah
pernikahan dilangsungkan, banyak di antara mereka yang tidak melaksanakan rukun
Islam yang lainnya, seperti shalat, zakat, puasa, apalagi haji. Di awal
perkawinan banyak pula di antara mereka yang sudah mulai melarang sang isteri,
untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Banyak pula setelah
perkawinan terjadi, si suami kembali kepada agamanya yang lama. Bahkan tidak
sedikit pula yang akhirnya memaksa si isteri, untuk ikut dengan keyakinan agamanya.
Sesungguhnya hal ini harus menjadi kewajiban kita bersama. Untuk mengingatkan
setiap orang tua, yang anak gadisnya sudah mulai dekat dengan laki-laki yang
tidak seiman. Karena mengingkari Allah dan rasulnya, dosa besar yang tidak terampuni.
Membaca, mempelajari, menghayati dan mengamalkan
Alquran. Sejatinya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan beragama
setiap muslim. Ketidak-perdulian kita sebagai umat terhadap Alquran. Sama juga dengan mengabaikan Allah dan Muhammad itu sendiri sebagai orang
yang diutus untuk menyampaikan petunjuk-Nya. Peringatan bagi mereka yang lalai terhadap Allah dan Rasulnya, dengan tidak menta’ati petunjuk-Nya di dalam Alquran. Disampaikan-Nya pada QS.
3 Ali Imraan di ayat ka 32. Sebaliknya bagi mereka yang meyakini,
dan mengamalkan petunjuk-Nya di dalam kehidupan sebagai wujud keta’atan
kepada-Nya. Maka Allah tentu akan memberikan rahmat-Nya kepada mereka.
Sebagaimana dikatakan pada QS. 3 Ali
Imraan ayat 132.
Katakanlah: “Ta’atilah Allah
dan Rasulnya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang kafir” (32).
Dan ta’atilah Alah dan
Rasul, supaya kamu diberi rahmat (132).
Kalau skema dari syahadat
seperti di atas ini, dijadikan sebagai model pendekatan terhadap para nabi lainnya.
Maka skema seperti itu, akan lebih
mempermudah bagi kita. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud sebagai syahadat,
sehubungan dengan masa kenabian Adam maupun pada nabi-nabi lainnya sampai
dengan nabi Isa, bersama dengan umat mereka masing-masing. Karena nama Muhammad,
sebagai utusan Allah, sebagaimana yang terdapat pada skema syahadat. Dapat saja
digantikan oleh nama dari nabi yang lain, dalam upaya memahami bentuk syahadat dari para nabi yang
bersangkutan. Disinilah terlihat kehebatan konsep syahadat, yang diberlakukan
Allah pada agama yang terakhir. Dia seakan menjadi alat penembus lorong
kegelapan, terhadap apa yang sebelumnya tidak kita ketahui. Bagaimana bentuk
syahadat, atau pengakuan umat terhadap Allah dan rasul-Nya, yang
terjadi di masa lalu. Jadi dalam skema sederhana ini, bentuk pengakuan umat terhadap Allah sebagai
Tuhan yang Maha Esa. Juga pengakuan umat terhadap Adam sebagai utusan-Nya, terlihat mempunyai
bentuk yang sama. Sebagaimana pengakuan umat terhadap Allah, dan Muhammad
sebagai utusan-Nya pada masa sekarang ini. Seperti yang digambarkan pada
skema berikut di bawah ini.
Jika diperhatikan
dengan lebih seksama. Dalam skema seperti ini, kita tidak melihat adanya
perbedaan yang berarti, dari kedua bentuk syahadat itu. Baik yang berlaku pada
masa kenabian Muhammad, maupun pada masa kenabian Adam. Kalau pada
masa kenabian Muhammad. Umat mengakui dan mengimani, bahwasanya tiada Tuhan,
selain Allah yang Maha Esa, dan mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Maka pada
masa kenabian Adam, umatnya juga mengakui dan mengimani Tuhan yang sama.
Bahwasanya tiada Tuhan, selain Allah yang Maha Esa. Hanya saja pada bagian yang
menyangkut nama dari seorang nabi, sesuai dengan masanya. Mereka tidak mengakui
Muhammad, tetapi mengakui Adam sebagai utusan-Nya pada saat itu. Jadi kalaupun
kita melihat adanya semacam perbedaan disini. Hal itu hanya sebatas pada
manusianya saja, pada nama dari kedua nabi-Nya saja. Sesuai dengan berlakunya masa
kenabian mereka masing-masing. Perbedaan yang sebenarnya tidak mempengaruhi
esensi dari pesan syahadat itu sendiri. Hanya saja sebatas ini, kita juga tetap
tidak mengetahui. Apakah bentuk pengakuan umat dari nabi terhadap Allah,
maupun terhadap Adam sendiri sebagai seorang utusan-Nya. Juga disampaikan secara
lisan? Sebagaimana yang dilakukan oleh umat, pada ajaran agama Islam yang
dibawa oleh Muhammad sekarang ini?. Allahu ‘alam.
Dengan adanya pengakuan
terhadap Tuhan yang sama, yaitu Allah; Tuhan yang Maha Esa. Baik itu pada masa
kenabian Adam, maupun pada masa kenabian Muhammad dan nabi-nabi yang
lain yang berada di antara mereka. Menjadi semakin jelas adanya kesinambungan
dari adanya agama tauhid, sebagai agama yang satu. Maka sebenarnya sejak saat
itu pula berlaku ajaran agama Islam, mulai dari nabi yang pertama sampai dengan
nabi yang terakhir. Berikut dengan ajaran agama dari para nabi yang sebelumnya
telah diutus, yang berada di antara keduanya. Dengan demikian skema dari syahadat
semacam ini, sebenarnya dapat juga kita terapkan kepada nabi-nabi lainnya.
Karena sesungguhnya konsep syahadat itu, sudah dirancang oleh-Nya untuk berlaku
bagi semua utusan bersama umatnya masing-masing. Mulai dari utusan yang pertama sampai utusan yang terakhir.
Hanya di dalam pelaksanaannya peribadatannya
saja, yang terlihat berbeda. Sebagaimana yang dikatakan pada QS. 22 Al Hajj
pada 67, bahwa ada syari’at yang ditetapkan oleh-Nya bagi tiap-tiap umat.
Bagi tiap-tiap
umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah
sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah
kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang
lurus (67).
Pada skema syahadat
berikut ini, terlihat bahwasanya semua umat dari Adam sampai dengan
‘Isa mengakui
Tuhan yang sama. Juga semua umat mengakui adanya para utusan, yang membawa
petunjuk Allah. Pada skema seperti yang terlihat di bawah ini, kita juga
tidak melihat adanya suatu perubahan dari bentuk syahadat. Sebagaimana yang kita lihat, pada skema sebelumnya.
Petunjuk Allah yang
diturunkan kepada Adam di dalam Alquran, disebut sebagai Alhudaa. Sedangkan
petunjuk yang diturunkan kepada Muhammad, disebut dengan nama Alquran. Tetapi
kata Alhudaa dan Alquran sebagai petunjuk-Nya, bukanlah merupakan
suatu perbedaan. Karena Alquran juga disebut sebagai Alhudaa, yang berarti
Petunjuk. Jadi semuanya juga merupakan petunjuk dan pengetahuan dari Allah,
bagi manusia. Dimana selanjutnya petunjuk itu, harus mereka sampaikan kepada
umatnya masing-masing. Dalam rangka menjalankan tugas kenabian, sebagaimana
yang sebelumnya telah diamanatkan oleh-Nya.
Jadi pada skema sebagaiman yang
terlhat di atas ini, walau secara tersirat. Akan tampak keberadaan Alquran maupun
Alhudaa sebagai petunjuk-Nya bagi umat manusia. Berada di antara Allah yang
Maha Mengetahui Segalanya, dengan manusia yang menjadi utusan-Nya. Bentuk skema semacam ini,
selanjutnya juga dapat diterapkan pada seluruh utusan-Nya yang lain. Karena
adanya para utusan itu, memang sudah dipersiapkan untuk menerima petunjuk-Nya,
untuk disampaikan kepada umatnya masing-masing.
Selanjutnya ketika skema yang berbicara
tentang tersiratnya keberadaan Alquran yang diterima oleh Muhammad, dan juga
Alhudaa yang diterima Adam. Juga kita terapkan pada para utusan yang lain,
berikut petunjuk yang telah mereka terima. Maka skema itu juga akan
tetap menampilkan bentuk yang sama. Sebagaimana terlihat pada bagian bawah ini.
Diletakkannya kata
Alhudaa pada utusan yang lainnya, dalam skema di atas. Karena dari semua petunjuk Allah yang telah
diberikan kepada para utusan-Nya, mulai dari Adam sampai dengan Muhammad,
sebagaimana diterangkan di dalam Alquran. Hanya ada empat kitab petunjuk saja
yang diberi nama oleh-Nya. Ke-empatnya adalah Taurat, Zabur, Injil dan Alquran.
Yang masing-masing diberikan kepada nabi Musa as, nabi Daud as, nabi Isa as dan
terakhir kepada nabi Muhammad saw. Sedangkan petunjuk Allah yang diterima oleh
para nabi lainnya. Baik yang namanya disebutkan di dalam Alquran maupun yang
tidak, hanya disebutkan dengan kata Alhudaa (petunjuk Allah) saja.
Dengan adanya
penjelasan dari skema di atas ini. Menjadi semakin jelas lagi, siapa sesungguhnya para nabi
itu. Sebenarnya mereka semua adalah sama, manusia biasa juga, yang terpilih
untuk menjadi utusan-utusan Allah. Dalam rangka menyampaikan petunjuk Allah
bagi keselamatan hidup manusia pada masing-masing masa kenabiannya. Jadi adanya
konsep syahadat, sebagaimana dikenal di dalam ajaran Islam. Merupakan cara
Allah untuk memberi penjelasan kepada umat. Juga terhadap apa yang selama ini
dipercaya oleh umat dari nabi ‘Isa. Tentang siapa sebenarnya nabi ‘Isa yang
sesungguhnya. Dimana terlihat dengan jelas pada konsep syahadat ini. Bahwasanya ‘Isa juga hanya
sebatas manusia biasa, yang menjadi utusan-Nya dan bukan Tuhan. Sama sebagaimana manusia atau
utusan yang lainnya, di antara Adam sampai
dengan Muhammad. Sehingga menganggap seorang nabi sebagai Tuhan, diharapkan tidak akan
terjadi lagi pada umat dari nabi yang berikutnya, yaitu; umat Muhammad. Karena
mempersekutukan Allah, merupakan kesalahan besar yang tidak akan
pernah terampuni. Petunjuk Alquran yang menerangkan bahwa sesungguhnya ‘Isa adalah
manusia biasa, yang menjadi utusan-Nya. Bukan Tuhan, sebagaimana diperkirakan
oleh umatnya. Karena sesungguhnya dia juga menyembah Allah. Tuhan yang sama
dengan Tuhan dari umatnya. Dimana dia sendiri juga, tidak pernah sekali pun
menganggap dirinya sebagai Tuhan. Sebagaimana yang disampaikan melalui mulutnya
sendiri kepada umatnya. Dapat dilihat pada QS.3 Ali Imraan di ayat ke 51,
dan pada QS.5 Al Maa’idah di ayat ke 72 dan ke 116.
“Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu, karena
itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus (51)”.
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata:” Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih
(sendiri) berkata:”Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya syurga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun (72).
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:” Hai ‘Isa
putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia “Jadikanlah aku dan ibuku
dua orang Tuhan selain Allah?” ‘Isa menjawab:”Maha Suci Engkau, tidaklah patut
bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa
yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya
Engkau mengetahui perkara yang ghaib-ghaib (116).
Keberadaan umat, pada setiap periode kenabian sejak Adam sampai dengan Muhammad. Sesungguhnya
merupakan tujuan akhir, dari diturunkannya semua petunjuk Allah kepada manusia.
Skema lanjutan dari
konsep syahadat seperti di bawah ini, menjadi sangat penting. Karena akan memberi gambaran sesungguhnya,
tentang bagaimana peribadatan yang benar itu seharusnya dilakukan. Dimana peribadatan
kepada-Nya harus dilakukan secara langsung, tanpa perantara. Sebagai wujud dari
pengakuan manusia, terhadap ke Esa-annya.
Apa yang digambarkan
sebagai konsep syahadat di masa kenabian Adam dan Muhammad, juga para utusan
yang lainnya. Beserta dengan umatnya masing-masing, seperti terlihat pada skema
di bagian atas. Tampaknya seperti tidak berbeda dengan susunan dari ayat-ayat
yang terdapat pada QS. 55 Ar Rahmaan, mulai ayat pertama sampai dengan
ayat ke empat. Dimana kata AR RAHMAAN sebagai judul surat, maupun sebagai bunyi
dari ayat pertama pada surat ini. Sepertinya mempunyai hubungan yang kuat dengan
kata AR RAHMAAN. Ketika kata AR RAHMAAN itu ditemukan, dan akhirnya menjadi awal
dari konsep syahadat pada saat anak-anak membaca dan mempelajari Juz ‘Amma. Sebagaimana
terlihat pada uraian tentang Syahadat, di tulisan yang pertama.
Penempatan kata Allah
pada kolom syahadat di baris pertama, tepat sekali ketika berhadapan dengan
kata Ar Rahmaan sebagai yang Maha Pemurah sebagaimana yang tertulis pada ayat
pertama dari surat Ar Rahmaan. Karena kata Ar Rahmaan merupakan nama lain dari
Allah, yang memang bersifat Pemurah kepada seluruh ciptaan-Nya. Demikian juga
dengan penempatan kata Alquran pada kolom syahadat, yang bersanding di
sebelahnya dengan kata Alquran sebagai sumber ilmu dan pengetahuan, yang diturunkan
Allah bagi umatnya sebagai ayat kedua dari surat Ar Rahmaan. Penempatan kata
Manusia sebagai utusan-Nya yang berada di baris ketiga. Juga sesuai dengan ayat
ketiga dari surat Ar Rahmaan, yang berbunyi; Manusia diciptakan. Dimana di
antara manusia yang diciptakan, ada yang ditetapkan sebagai manusia biasa, dan
ada juga yang diangkat menjadi utusan-Nya. Kata Umat pada baris keempat dari syahadat,
yang berhadapan dengan kata Mengajar manusia pandai berbicara pada ayat keempat
surat Ar Rahmaan. Untuk menunjukkan bahwa kepandaian berkomunikasi di antara
sesama manusia menjadi sangat penting. Karena bagaimana seorang utusan Allah
dapat menerima dan juga memahami petunjuk-Nya. Dan juga bagaimana pula, seorang
utusan dapat menyampaikan petunjuk itu kepada umatnya. Kalau mereka tidak
mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi, di antara yang satu dengan yang
lainnya. Dengan melihat adanya semacam kemiripan dari uraian tentang konsep
syahadat, dan empat ayat awal dari surat ke 55 Ar Rahmaan seperti ini. Bukan
tidak mungkin pula bahwa konsep tentang dua kalimat syahadat. Diambil
berdasarkan bunyi dari susunan ayat-ayat awal surat Ar Rahmaan. Kalau pun tidak
demikian, setidaknya konsep syahadat mempunyai dasar pijakan yang jelas.
Sebagaimana terlihat bahwa syahadat seakan mempunyai hubungan yang erat, dengan
4 ayat awal dari surat ke 55 Ar Rahmaan.
Selanjutnya pada skema A dan B di bawah ini, tampak bagaimana gambaran secara
ringkas dari Alquran yang diturunkan Allah kepada utusan-Nya Muhammad. Dimana
selanjutnya petunjuk itu disampaikannya kepada umat. Sebagaimana tampak pada skema A, susunannya adalah; Allah, Alquran, Muhammad dan Umat. Proses
penyampaian kepada umat, dimulai sejak pertama kali diwahyukan di gua Hiraa. Terus
berlanjut sejalan dengan diturunkannya seluruh ayat Alquran secara
berangsur-angsur, sampai akhirnya Alquran selesai diwahyukan. Dimana tidak lama sesudah itu,
maka sampai juga beliau pada akhir masa kenabiannya. Nabi besar Muhammad saw
sebagai utusan-Nya yang terakhir, kembali ke hadirat Allah swt. Setelah
menjalankan amanat kenabian selama kurang lebih 23 tahun. Selama itu pula
beliau dengan tidak mengenal lelah, dan penuh dengan keikhlasan, menyampaikan
amanat-Nya kepada umat. Menyampaikan bahwasanya Allah itu Satu, dan hanya
kepadanya manusia seharusnya mengabdikan diri. Pada awalnya amanat itu
disampaikannya secara sembunyi-sembunyi, sampai akhirnya dilakukan secara
terang-terangan. Selama itu pula dengan tabah beliau menghadapi berbagai macam
rintangan dan tantangan. Bahkan
akhirnya sampai ke dalam bentuk peperangan.
Setelah beliau wafat,
selanjutnya posisi umat digambarkan seperti tampak pada skema B, yaitu; Allah, Alquran dan umat.
Maka dengan demikian, petunjuk Allah berupa Alquran. Sebagaimana yang tersirat
keberadaannya di dalam syahadat. Sejatinya sekarang menjadi tanggungjawab umat
seluruhnya. Umat yang memahami pesan syahadat dengan sebenarnya. Bahwa syahadat
bukan hanya sekedar ucapan di bibir saja. Selama proses pewahyuan
dan pelaksanaan tugas kenabian. Tentunya ada “kedekatan” antara Allah
dengan Muhammad, sebagai utusan-Nya. Sebagaimana tampak digambarkan pada skema A, yaitu
berupa; Allah, Alquran dan Muhammad. Kedekatan antara Allah sebagai Sang Pencipta
dengan manusia biasa sebagai umat-Nya. Sebagaimana kedekatan Dia dengan
Muhammad sebagai rasulnya, sebenarnya juga
dapat kita wujudkan. Baik ketika Muhammad
sebagai rasulullah masih berada di antara umatnya, maupun setelah beliau
tiada. Sebagaimana kedekatan itu digambarkan pada skema B, yaitu; Allah,
Alquran dan Umat.
Dapat terwujudnya
kedekatan seperti itu, apabila umat sebagai hamba-Nya mau menggunakan
Alquran sebagai media, dalam upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan senantiasa membaca,
mempelajari, menghayati dan mengamalkan petunjuk Allah, dalam kehidupan sehari-hari.
Melaksanakan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan semua larangan-Nya. Itulah
bentuk hubungan secara langsung tanpa perantara, antara manusia
sebagai hamba dengan Allah sebagai Tuhannya. Inilah konsep
peribadatan yang paling mendasar di dalam ajaran agama Islam, sebagai agama
tauhid. Sebenarnya posisi seperti itu, yaitu; kedekatan Allah dengan umatnya.
Juga dapat terjadi pada umat dari setiap nabi, yang telah diutus sebelumnya.
Asalkan pada saat berlakunya masa kenabian dari seorang utusan, siapa pun dia. Mereka sebagai umatnya
tidak
mengadakan sesuatu apapun sebagai perantara, di antara Allah dengan dirinya.
Kecuali melaksanakan semua petunjuk, berupa perintah
dan larangan-Nya. Sebagaimana yang tertulis di dalam kitab petunjuk mereka
masing-masing, yang memang benar datang dari Allah. Itulah pesan syahadat yang
sebenarnya, mengajak manusia untuk selalu meng-Esa-kan Allah berdasarkan
petunjuk kepada Alquran. Sebagaimana dicontohkan oleh nabi Muhammad saw, dalam
kehidupannya.
Sebenarnya keberadaan
Allah itu sendiri, dekat dengan umatnya. Tetapi upaya umat untuk mendekatkan diri kepada Allah,
tetap harus selalu dilakukan pada setiap saat. Walau ada persyaratan tertentu
yang harus dilakukan manusia, untuk dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
Sebagaimana diungkapkan di dalam Alquran, pada QS. 2 Al Baaqarah ayat
186, yang berbunyi sebagai berikut.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka jawablah (bahwasanya) Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang mendo’a, apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (186).
Dengan sangat jelas
ayat ini mengatakan, bahwasanya Allah itu memang sangat dekat. Dimana setiap
saat manusia dapat berhubungan dengannya. Karena sesungguhnya, setiap saat pula
Allah mengetahui seluruh gerak perbuatan yang dilakukan manusia di dalam
kehidupannya. Dia akan mengabulkan permohonan doa seluruh
manusia, kalau mereka mau memenuhinya. Dengan cara tidak mempersekutukan Dia
dengan apapun. Mematuhi petunjuk-Nya, berupa perintah dan larangan yang telah
ditetapkan-Nya. Maka dengan demikian, hendaknya apa yang selama ini selalu kita sampaikan
kepada-Nya di dalam ibadah shalat. Sebagaimana yang di kutip dari QS. 6 Al
An’aam ayat 79, 162 dan 163;
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan
yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan
aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (79).
Katakanlah: “sesungguhnya, sembahyangku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (162),
tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan
akulah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah (163)”.
Tidak sekedar menjadi
ungkapan kosong yang tidak ada arti, di dalam kehidupan kita yang nyata. Sama
sekali tidak terlihat bekasnya dalam kehidupan. Kalau memang kita
tidak mau menjadi orang yang jauh dari-Nya, menjadi manusia yang merugi di
dalam hidup ini.
Kembali kepada
pertanyaan semula, bagaimana sebenarnya cara nabi Adam atau nabi Muhammad
melaksanakan syahadat. Seperti kita ketahui, bahwasanya syahadat
itu bukan hanya sekedar bahasa lisan. Karena pada dasarnya, dia juga dapat berupa bahasa
tindakan. Sebagai seorang manusia, yang kemudian diangkat menjadi utusan-Nya. Beliau juga
merasakan rasa takut yang sangat luar biasa. Ketika pertama kali menerima wahyu
Allah, yang disampaikan oleh malaikat Jibril di goa Hiraa. Rasa takut dan gelisah,
juga rasa bingung dan ragu dirasakan senantiasa meliputi dirinya. Seakan tidak
percaya terhadap kebenaran dari petunjuk yang telah diterima. Kemudian setelah
beliau terlihat agak tenang, Sitti Khadijah mengajak suaminya menemui Waraqah
bin Naufal, menceritakan peristiwa yang dialami suaminya. Berdasarkan
pengetahuan dari kitab Injil yang dipelajarinya. Waraqah mengatakan bahwa apa
yang diterima Muhammad, merupakan petunjuk yang benar datang dari Tuhan semesta
alam. Sesungguhnya apa yang dialami Muhammad, merupakan petunjuk dan pertanda
bagi orang yang akan memikul tugas kenabian dari-Nya. Bahkan di dalam sebuah
riwayat, dikatakan bahwasanya Waraqah berjanji. Seandainya dia masih hidup,
ketika Muhammad melakukan syiar agama yang dibawanya. Maka dia akan mengikuti
ajaran agama yang disampaikannya.
Setelah Muhammad merasa
haqqul yaqin, meyakini dengan sesungguhnya bahwa petunjuk yang diterimanya dari
malaikat Jibril di goa Hiraa memang benar datang dari Tuhan semesta alam.
Selanjutnya petunjuk-Nya itu disampaikannya kepada orang lain. Sebagai tujuan
akhir dari diturunkannya petunjuk Allah, bagi keselamatan hidup umat manusia. Dengan
demikian sebenarnya pada titik itu dapat dikatakan, bahwa Muhammad dengan
sepenuh kesadaran mengakui Allah sebagai Tuhannya. Dan pada titik itu pula, dia
dengan sepenuh kesadaran menerima kenyataan. Bahwa dirinya telah menjadi
seorang penyampai risalah, menjadi utusan Allah. Itulah sebenarnya yang dapat
dipahami, dari “syahadatnya” Muhammad kepada Allah yang Maha Esa. Sebagai
bentuk pengakuan terhadap eksistensi Allah, sebagai Tuhan yang Maha Esa di segenap
alam. Juga sebagai bentuk pengakuan terhadap eksistensi dirinya sebagai utusan
Allah, bagi seluruh umat manusia. Uraian tentang syahadatnya Muhammad semacam
ini, kiranya patut untuk dikemukakan. Paling tidak dapat dijadikan sebagai
sedikit penawar, terhadap keraguan apakah Muhammad bersyahadat atau tidak. Karena
pada dasarnya kita memang tidak pernah mengetahui secara pasti, apakah Muhammad
bersyahadat secara lisan, sebagaimana yang dilakukan oleh umatnya. Kalau hal
ini memang dapat diterima sebagai “syahadatnya” Muhammad. Menjadi jelas
bahwa syahadat memang bukan hanya sekedar bahasa verbal. Tetapi juga dapat
berupa tindakan nyata yang dilakukan.
Bentuk syahadat yang
terjadi atau yang “dilakukan” oleh Muhammad, yang akhirnya menjadi nabi
terakhir. Sebenarnya dapat juga terjadi pada manusia biasa. Ketika seseorang
melakukan pencarian terhadap nilai kebenaran dari suatu ajaran agama. Di antara
sekian banyak ajaran agama yang ada dan diketahuinya. Kemudian setelah dia
melakukan semacam perbandingan dan juga pengujian. Sehingga ketika akhirnya dia
meyakini dengan keyakinan yang sesungguhnya, haqqul yaqin. Bahwa ajaran agama yang dibawa oleh Muhammad
yang berasal dari Allah Tuhan yang Maha Esa, adalah ajaran agama yang benar.
Selanjutnya dia memutuskan, bahwa dirinya akan menerima dan mengikuti ajaran
agama itu. Sesungguhnya dalam hal ini penulis juga merasa haqqul yaqin, bahwa
pada titik itu, orang tersebut telah bersyahadat. Karena pada detik dia memutuskan,
untuk menerima ajaran agama yang dibawa oleh Muhammad dari Tuhannya.
Sesungguhnya pada detik itu pula, keputusan itu diketahui oleh Allah yang Maha
Melihat dan Maha Mengetahui segalanya. Kalau dia kemudian menyatakan
syahadatnya secara verbal dihadapan ulama, yang juga disaksikan oleh umat Islam
lainnya. Selain merupakan formalitas, agar umat di sekitarnya mengetahui
bahwasanya dia telah menganut ajaran Islam, menjadi seorang mu’allaf. Juga agar
selanjutnya dia mendapat bimbingan lebih lanjut dari ulama, atau mereka yang
lebih mengerti ajaran agama. Tentang bagaimana seharusnya seorang muslim,
melaksanakan syariat Islam di dalam kehidupannya sehari-hari. Karena menjadi
seorang muslim yang sesungguhnya. Tidak hanya berhenti hanya sebatas pada
pengucapan syahadat saja.
Demikian juga yang
sesungguhnya terjadi dengan para utusan lainnya, mulai dari nabi Adam sampai
dengan nabi ‘Isa. Termasuk utusan lain yang namanya tidak disebutkan di dalam
Alquran. Ketika mereka menerima petunjuk Allah bagi keselamatan umatnya.
Selanjutnya menyampaikan petunjuk itu kepada umat mereka masing-masing.
Disitulah sebenarnya mereka bersyahadat, mengakui Allah yang telah memberinya
petunjuk. Dan dengan disampaikannya petunjuk itu kepada umatnya. Disitu pula
mereka menerima kenyataan, bahwa dirinya telah menjadi utusan Allah. Terlihat
disini bahwa sesungguhnya semua utusan mulai dari Adam sebagai nabi pertama,
sampai dengan Muhammad sebagai nabi terakhir semuanya bersyahadat. Sebagaimana
yang dikatakan sebelumnya, bahwa banyak umat yang percaya bahwa nabi Adam dan
nabi Muhammad juga bersyahadat. Tetapi sebatas ini, uraian yang ditulis tetap
saja tidak dapat menunjukkan, apakah keduanya bersyahadat secara lisan. Walau
demikian, uraian ini dapat memperlihatkan dengan jelas. Adanya kesinambungan
dari ajaran agama Islam sebagai agama tauhid, mulai dari Adam sampai dengan
Muhammad.
SUBHANALLAH
BalasHapusIs the best casino for you? - DrMCD
BalasHapusThe first casino to get this 강원도 출장마사지 right was MGM 제주 출장샵 Grand, in 1965, 광명 출장마사지 which is owned by the Las Vegas Sands 밀양 출장안마 Corporation. It's an exciting 용인 출장샵 gambling