Sebagai anak yang berasal dari keluarga
muslim. Setelah merasa dewasa, baru menyadari bahwa diri ini adalah seorang
muslim. Sehingga terkadang terlintas tanya dalam pikiran, sejak kapan
sebenarnya diri ini menganut ajaran agama Islam. Karena selama ini, tidak
pernah secara resmi mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengakui bahwasanya tidak
ada Tuhan selain Allah, dan mengakui bahwasanya Muhammad adalah seorang rasul
atau utusan Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh seorang non-muslim, ketika dia
menyatakan dirinya masuk agama Islam. Dimana saat itu dilakukan semacam upacara,
dengan dihadiri oleh beberapa orang saksi, yang dianggap mengerti dan memahami
masalah agama Islam. Pertanyaan semacam ini, mungkin juga dirasakan oleh banyak
kaum muslimin lainnya. Tetapi pertanyaan yang ada dalam pikiran orang banyak
ini, seharusnya bukan tidak ada jawabnya.
Dengan mengikuti amanat serta petunjuk dari
Muhammad rasulullah. Maka setiap orang tua dari keluarga muslim, mengajarkan
anaknya belajar mengaji atau membaca Alquran mulai usia 5 tahun, dan belajar
melaksanakan ibadah shalat pada usia 7 tahun. Juga sesuai petunjuk beliau, ketika
si anak pada usia 10 tahun tidak mau mengikuti apa yang diperintahkan orang
tuanya. Selanjutnya menjadi kewajiban bagi orang tua untuk menegur atau
memarahi. Bahkan lebih jauh lagi, apabila pada usia 10 tahun si anak tidak mau
mengaji, dan juga melaksanakan ibadah shalat si anak boleh dipukul. Tetapi
pemukulan ini tentunya hanya sekedar bentuk memberi peringatan bagi si anak,
dan bukan untuk menyiksa.
Sebagai anak-anak atau pemula, maka apa
yang diajarkan kepada mereka agar dapat membaca Alquran. Tentunya disesuaikan
dengan tingkat kecerdasannya. Tidak diajarkan seluruh bagian dari Alquran,
tetapi hanya diambil sebagian saja. Bagian yang diajarkan dari Alquran itu
diberi nama “JUZ
‘AMMA”, yang juga dikenal sebagai “ALQURAN KECIL”. Disebut sebagai
Alquran Kecil, mungkin karena pelajaran yang diberikan hanya mengambil sebagian
kecil dari isi Alquran. Atau karena bagian itu dikhususkan sebagai pelajaran
dasar, bagi anak kecil sebagai pemula. Dengan alasan lebih mudah untuk
dipelajari, dan lebih mudah pula untuk diaplikasikan.
Apa yang disebut sebagai Juz ‘Amma,
isinya terdiri dari 38 surat, dengan jumlah ayat
sebanyak 571 ayat. Surat-surat itu terdiri dari
surat pertama Al Faatihah, ditambah
dengan 37 surat yang diambil dari seluruh isi dari juz ke 30. Surat pertama Al Faatihah, ditempatkan sebagai surat
yang pertama dari Juz ‘Amma. Selanjutnya surat berikutnya diisi oleh surat-surat
yang diambilkan dari juz ke 30, yang terdiri dari sebanyak 37 surat, dimulai
dari QS. 78 An Nabaa sampai dengan
QS. 114 An Naas. Hanya saja ada hal
yang cukup menarik, dalam cara menyusun surat-surat pada Juz ‘Amma. Karena sesudah QS. 1 Al Faatihah, yang ditempatkan sebagai
surat pertama. Surat-surat berikutnya
adalah QS. 114 An Naas, QS. 113 Al Falaaq,
QS. 112 Al Ikhlash dan selanjutnya
sampai berakhir pada QS. 78 An Nabaa.
Mengapa dikatakan menjadi cukup menarik, karena surat-surat dari juz ke 30 yang
ditempatkan sesudah QS. 1 Al Faatihah.
Tidak disusun sebagaimana biasanya, mulai dari QS. 78 An Nabaa sampai dengan QS. 114 An Naas. Tetapi disusun terbalik, mulai
dari QS. 114 An Naas sampai dengan
QS. 78 An Nabaa. Dalam hal ini
sebaiknya kita meyakini pastinya ada alasan tertentu, mengapa surat-surat pada
Juz ‘Amma disusun seperti itu. Di dalam sebuah lingkaran, seperti bentuk sebuah
tasbih. Kita susun seluruh 114 surat Alquran, sebagaimana digambarkan di bawah
ini. Putaran ke arah kiri dimulai dengan warna biru, dan di akhiri dengan warna
merah. Dari angka 1 sampai dengan angka 114, adalah susunan dari seluruh jumlah
surat Alquran. Dimana susunan semacam ini, merupakan urutan surat yang biasa
dibaca oleh mereka yang sudah dewasa, orang yang sudah mampu membaca Alquran
dengan baik. Sebaliknya putaran ke arah kanan, dari angka 1 selanjutnya
diteruskan oleh angka 114, 113, 112 sampai berakhir pada angka 78. Adalah
surat-surat yang disusun sebagai isi dari Juz ‘Amma, sebagai bacaan awal dan
pelajaran bagi anak-anak atau pemula.
Dengan demikian terbukti disini, bahwa
susunan surat pada Juz ‘Amma sebenarnya memang tidak sembarangan. Karena dia
mengikuti suatu pola tertentu di dalam sebuah lingkaran, sebagai gambaran dari
sebuah kesatuan seluruh surat Alquran. Hal ini juga untuk menunjukan,
bahwasanya Alquran dapat dibaca dari dua arah yang berbeda. Jadi pada masa
kanak-kanak pembacaan dimulai dari QS. 1 Al
Faatihah diteruskan dengan QS. 114 An
Naas, sampai berakhir pada QS. 78 An
Nabaa. Setelah dewasa, dimana orang sudah dapat membaca Alquran dengan lebih
baik. Maka pembacaan Alquran dimulai dari QS.1 Al Faatihah dilanjutkan dengan QS.2 Al Baaqarah, QS.3 Ali Imraan
dan selanjutnya, sampai berakhir pada QS.114 An Naas. Sebagaimana yang biasa dilakukan ketika orang bertadarus,
membaca sampai selesai seluruh ayat Alquran.
Sebenarnya ketika masih anak-anak, pelajaran
mengaji atau membaca Alquran itu merupakan satu paket dengan pelajaran shalat.
Jadi ketika si anak sudah dapat menghafal tiga surat saja, yaitu; QS.1 Al Faatihah, QS.114 An Naas dan QS.113 Al Falaaq.
Juga si anak sudah hafal tentang gerakan, serta bacaan lain di dalam shalat selain
surat Alquran. Sesungguhnya si anak sudah dapat melaksanakan ibadah shalat.
Karena QS. 1 Al Faatihah merupakan
surat yang wajib dibaca pada ibadah shalat. Sedangkan dua surat lainnya
merupakan surat yang bersifat sunnah untuk dibaca, sesudah pembacaan surat Al Faatihah. Selain itu, surat-surat
yang disusun sebagai konsumsi anak-anak di dalam Juz ‘Amma. Seakan memberi
gambaran lain, tentang perjalanan kehidupan, jika dibandingkan dengan susunan
surat Alquran yang sebenarnya. Sebagaimana yang diperuntukan bagi mereka yang
sudah mulai berangkat dewasa. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa seluruh
ayat pada semua surat di dalam Juz ‘Amma, dapat dialihbahasakan. Artinya dapat dikatakan
lebih mudah untuk dipelajari dan dipahami. Sebagaimana mudah dan enaknya gambaran
kehidupan yang dirasakan, ketika masih
anak-anak. Berbeda dengan apa yang dihadapai oleh mereka yang telah dewasa.
Setelah surat pertama Al Faatihah
yang semua ayatnya dapat dialihbahasakan. Pada surat kedua Al Baaqarah, di ayat pertama dihadapkan dengan ayat yang berbunyi; AliifLaamMiim ( ).
Ayat yang di dalam Alquran
dikategorikan sebagai ayat mutasyabihat.
Satu bentuk ayat yang tidak dapat dialihbahasakan, karena memang tidak ada
padanannya di dalam bahasa Arab. Sehingga memerlukan pendalaman yang lebih
jauh, untuk dapat memahami arti dan maksud yang sebenarnya. Sehingga pada banyak
kitab terjemah Alquran, ayat-ayat seperti itu diterjemahkan
dengan; hanya Allah yang mengetahui maksudnya. Itulah gambaran kehidupan manusia, setelah
mereka dewasa dan menjadi semakin tua. Banyak rahasia dan misteri kehidupan, yang senantiasa dihadapi setiap saat.
Sebagai satu cobaan dan ujian dari-Nya, agar mereka dapat keluar dari kehidupan
ini sebagai manusia yang berkwalitas. Sebagai manusia yang beriman, dan taqwa
kepada-Nya.
Selanjutnya bagaimana kita dapat
memahami, kalau anak-anak dari keluarga muslim sebenarnya sudah bersyahadat
sedari kecil? Ketika si anak sudah dapat membaca seluruh 38 surat dan 571 ayat
di dalam Juz ‘Amma, atau sudah khattam Juz ‘Amma. Untuk menghargai semangat
belajarnya, dan juga memberi dorongan yang lebih besar lagi kepada si anak.
Biasanya pada keluarga muslim peristiwa khattam Juz ‘Amma itu, dirayakan dengan
semacam kenduri kecil di dalam keluarga. Bilangan 571 ayat, sebagai jumlah dari
seluruh isi Juz ‘Amma yang terdiri dari 38 surat. Disini menjadi dasar dari
perhitungan, untuk mengungkapkan adanya PESAN SYAHADAT. Sehubungan dengan pembacaan Juz ‘Amma, yang
dilakukan si anak. Di bawah ini daftar isi Juz ‘Amma yang terdiri dari 38
surat, dengan jumlah ayat sebanyak 571.
Ketika bilangan 571 ini di robah atau
di urai, menjadi bilangan yang masing-masing berdiri sendiri, maka dia akan
menjadi; 5
- 7 -
1.
Selanjutnya ketiga bilangan ini dikorelasikan dengan kelompok 5 surat, 7 surat
dan 1 surat yang terdapat di dalam Alquran. Dimana pada kelompok 5 surat yang
terdiri dari QS. 10 Yuunus, QS.11 Huud, QS.12 Yuusuf, QS.14 Ibrahiim
dan QS.15 Al Hijr. Pada semua ayat
pertamanya, di bagian awalnya ada ayat yang mutasyabihat atau tidak dapat
dialihbahasakan, yaitu; ALIIF LAAM RAA, sebagaimana terlihat di bawah ini.
Kemudian pada kelompok 7 surat yang terdiri dari QS.40 Al Mu’miin, QS.41 Haa Miim as Sajdah, QS.42 Asy
Syuraa, QS.43 Az Zukhruuf, QS.44 Ad Dukhaan, QS.45 Al Jaatsiyah dan QS.46 Al
Ahqaaf. Semua ayat pertamanya, yang hanya terdiri dari dua huruf, yaitu; HAA MIIM.
Juga tidak dapat dialihbahasakan, seperti terlihat berikut ini.
Dan yang terakhir terdiri dari 1 surat, yaitu; QS. 68 Al Qalaam. Huruf pertama pada ayat pertamanya, yang berbunyi; NUUN, juga tidak dapat dialihbahasakan.
Selanjutnya ketiga bagian ayat yang
tidak dapat dialihbahasakan itu, yaitu huruf; ALIIF LAAAM RAA yang ada pada 5 surat, huruf HAA MIIM yang ada pada tujuh surat, dan huruf NUUN yang ada pada satu surat, digabung menjadi satu. Dengan
pengertian bahwa dari 5 surat, hanya diambil satu bagian saja, yaitu; huruf ALIIF LAAAM RAA. Dari 7 surat juga
diambil satu bagian saja, yaitu; huruf HAA
MIIM dan yang terakhir memang hanya terdiri dari satu huruf saja, yaitu;
huruf NUUN. Maka setelah digabung menjadi
satu, dan kemudian gabungan huruf-huruf itu diberi tanda baca. Maka dia akan
menjadi suku kata baru, yang mempunyai makna, yaitu;
AR RAHMAAN. Sebagaimana
proses penggabungannya, terlihat di bawah ini.
Kata Ar Rahmaan yang di dapatkan dari
penggabungan huruf-huruf, berarti pemurah atau pengasih. Merupakan salah satu
nama dari 99 nama Allah, yang terdapat pada kumpulan
al asma ul
husnaa. Sebagaimana yang diperkenalkan-Nya kepada manusia, di dalam
Alquran. Menjadi menarik disini, karena kata Ar Rahmaan sendiri ditempatkan
pada bagian awal pada kumpulan 99 al asma ul husnaa itu. Dengan ditemukannya
kata Ar Rahmaan, yang berasal dari uraian tentang jumlah ayat pada Juz ‘Amma
sebanyak 571 ayat. Berarti dengan pembacaan dan pembelajaran terhadap ayat-ayat
Alquran pada konsep Juz ‘Amma. Secara implisit si anak diperkenalkan kepada
Allah, sebagai Tuhan yang Maha Pemurah yang telah menurunkan Alquran. Sedangkan
pengenalan kepada MUHAMMAD sebagai rasulnya, penjelasannya juga tetap
diambil dari bilangan 571 ayat. Karena bilangan 571 ini mengingatkan kita pada
tahun kelahiran Muhammad, yaitu; tahun 571 Masehi. Mungkin menjadi pertanyaan,
mengapa kelahiran Muhammad dikaitkan dengan tahun Masehi dan bukan dengan tahun
Hijriyah. Sebagai bilangan tahun yang menjadi dasar pegangan bagi kaum muslimin,
dalam menentukan hari dan bulan. Masalahnya adalah karena pada saat Muhammad
lahir, belum ada perhitungan tahun Hijriyah. Dimana hitungan tahun Hijriyah, baru
mulai ada dan bermula. Sehubungan dengan peristiwa hijrahnya rasulullah bersama
dengan para sahabat ke kota Madinah, yang pada masa itu masih bernama Yatsrib.
Dengan sudah dikenalnya Allah sebagai
Tuhan yang Maha Esa, dan Muhammad sebagai rasul-Nya di dalam pembelajaran si
anak terhadap Juz ‘Amma. Dimana dua figur itu namanya tercantum di dalam konsep
syahadat. Apakah dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa si anak sebenarnya sudah bersyahadat?
Dalam hal ini penulis sangat meyakini, bahwasanya secara formal si anak sudah
bersyahadat. Karena patut untuk diketahui, bahwa pernyataan syahadat dari
seseorang tidak hanya sebatas pada bahasa verbal, tidak hanya sebatas di bibir
saja. Lebih utamanya adalah berupa tindakan-tindakan nyata dalam keseharian.
Sebagai konsekwensi logis dari pernyataannya, bahwa dia mengakui Allah sebagai
Tuhannya dan mengakui Muhammad sebagai utusannya.
Sehingga dengan demikian, seorang yang telah bersyahadat, dengan sepenuh
kesadaran akan selalu menjalankan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya.
Jadi dengan membaca dan mempelajari Juz
‘Amma, sesungguhnya si anak sudah mengakui Allah sebagai Tuhannya, karena sesungguhnya
Juz ‘Amma yang dibaca dan dipelajarinya berasal dari-Nya. Dan dengan demikian,
si anak juga sudah mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Karena Juz ‘Amma yang dibaca dan dipelajarinya
merupakan bagian dari Alquran yang disampaikan Muhammad sebagai utusan Allah,
kepada kita semua sebagai umatnya. Karena kalau si orang tua dan sang guru
tidak percaya dan tidak meyakini, bahwasanya Juz ‘Amma sebagai bagian dari Alquran.
Berasal dari Allah dan diturunkan kepada utusan-Nya Muhammad, untuk disampaikan
kepada umat. Untuk apa mereka menyuruh anaknya membaca dan mempelajari Juz
‘Amma atau Alquran? Jadi apa yang telah diberikan dan diajarkan oleh orang tua atau
sang guru kepada si anak. Sebenarnya sudah memberikan dasar ajaran keagamaan
yang kokoh, sebagai bekal bagi terbentuknya nilai syahadat yang sebenarnya kepada
si anak kelak. Sebelum dia melangkah lebih jauh, seiring dengan berjalannya
tahun-tahun kehidupan. Mengantar dia menuju kedewasaannya, menuju kesadaran dan
kecerdasan berpikir yang kebih baik. Karena pernyataan syahadat dari seseorang
kepada Allah dan rasul-Nya. Seharusnya dilandasi oleh pemikiran yang bulat dan
dalam, yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang mampu berpikir secara sehat,
secara jernih dan logis. Sehingga dapat melahirkan keyakinan keagamaan yang
kuat, sebagai bekal dalam menjalani kehidupannya. Sekali lagi ditekankan disini,
sesungguhnya syahadat itu bukan hanya sekedar bahasa verbal dan bukan hanya sekedar
ucapan di bibir saja. Implementasi dari nilai pengakuannya kepada Allah dan
rasulnya, itu yang lebih utama.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya,
bahwa pelajaran mengaji atau membaca Alquran merupakan satu paket dengan
pelajaran shalat. Dalam hal ini bukan tidak mungkin pula, bahwasanya hitungan
rukun shalat sebanyak 13. Juga berasal dari bilangan
sebanyak 13 surat, sebagaimana yang diterangkan di atas. Dimana dari suku kata
dan ayat awal yang terdapat pada ke 13 surat itu, dapat dibentuk kata Ar
Rahmaan sebagai nama lain dari Allah. Kepada siapa sesungguhnya kita benar-benar
menghadapkan diri, ketika melaksanakan ibadah shalat. Disini dengan jelas dapat
terlihat, bahwasanya angka mempunyai peran yang besar. Dalam upaya memahami
sesuatu, yang sebelumnya masih merupakan tanda tanya.
Demikian juga terlihat pada angka-angka
yang berkaitan dengan konsep tentang pendidikan terhadap anak, sebagaimana yang
dianjurkan oleh rasulullah. Mengajar mengaji pada usia 5 tahun, mengajar shalat
pada usia 7 tahun. Dan menegur si anak apabila pada usia 10 tahun, tidak mau
mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang tuanya. Angka-angka itu sebenarnya
berkorelasi dengan angka 5-7-1 dari 13 surat, yang ayat awalnya membentuk kata
Ar Rahmaan. Kalau pun ada semacam perbedaan yang kita lihat pada angka 10 dengan
1. Hal itu bukanlah masalah yang harus dibesar-besarkan. Karena sesungguhnya
angka 10 merupakan pengulangan dari angka 1. Dimana sebenarnya simbol bilangan
yang kita kenal ada 10, mulai dari angka 1 sampai dengan angka 0. Bilangan 5, 7
dan seterusnya, sebagai bilangan yang berkorelasi dengan usia anak. Ketika
orang tua menyuruh anak untuk mulai belajar. Sekarang juga sudah mengglobal, sudah
merupakan bilangan tahun yang dipakai oleh semua orang tua di muka bumi. Karena
pada usia 5 tahun itu, mereka mulai mengantar anaknya ke sekolah Taman Kanak-kanak.
Seterusnya pada usia 6 atau 7 tahun, diantarkannya si anak ke Sekolah Dasar.
Sampai akhirnya si anak berangkat memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi
lagi. Demikianlah dibuktikan disini, bahwasanya ajaran agama Islam yang dibawa
oleh Muhammad, yang berasal dari Allah sebagai Sang Pencipta. Memang ditujukan
pada seluruh umat manusia, Sebagaimana disampakan pada QS. 34 Sabaa di ayat ke 28.
Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui (28).
Subhanallah ...
BalasHapussemoga blog ini bisa terbaca semua umat manusia sebagai renungan dan pembelajaran....Aamiin
BalasHapus