NUMERIK ALQURAN adalah pengamatan yang dilakukan terhadap Alquran dengan format cetak 18 baris penulisan sehingga memperoleh perhitungan yang sangat cermat dan akurat, berdasarkan konsep rukun Islam dan Iman.

Sabtu, 16 November 2013

Memahami Alquran Melalui Angka dan Huruf.


Mengapresiasi diadakannya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang diadakan oleh para ulama, akademisi dan pemerhati kajian tafsir dan ilmu Alquran pada tanggal 21 s/d 24 Mei di Serang, Banten. Dalam upaya mencari terobosan pemikiran Mendialogkan Teks Alquran dengan Realitas sebagai misi dari pesan Alquran itu sendiri. Sehingga Alquran dapat dipahami sebagai solusi problematika kehidupan manusia, sepanjang masa. Walau demikian, bukan berarti upaya ini menafikan metode tafsir yang sudah ada. Dimana lebih tepatnya, upaya ini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penyempurnaan terhadap metode tafsir yang telah ada. Sebagai semangat, dalam mengikuti perkembangan realita kehidupan manusia yang terus berubah secara dinamis. Sehingga dengan demikian, metode tafsir alternatif yang dihadirkan sejatinya memberikan ruang yang luas bagi ijtihad dan qiyas. Ruang yang selama ini sepertinya tidak cukup luas, diberikan oleh metode-metode tafsir yang telah ada. Karena sesungguhnya Alquran memiliki multilevel makna, sehingga dalam hal ini takwil dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menyelami kandungan makna Alquran yang tersembunyi di balik teks sebuah ayat. Juga dengan harapan agar takwil yang selama ini secara luas banyak digunakan oleh para sufi dan filosof Muslim, sebaiknya tidak lagi dinilai sebagai tafsir kiri. Tetapi dinilai sebagai terobosan yang baik, untuk ditiru dalam konteks mengeksplorasi makna-makna ayat.
Dengan dasar pemikiran seperti itu, sebagai seorang muslim yang mencintai Alquran. Penulis mencoba urun rembug, mencoba menawarkan suatu “pemikiran baru”. Agar para ulama, kalangan akademisi dan para pemerhati kajian tafsir dan ilmu Alquran dalam hal ini tidak lupa untuk mencoba memperhatikan sisi lain dari Alquran. Berupa angka atau numerik yang keberadaannya sebenarnya tidak terpisahkan dari Alquran, selain dari teks atau huruf-huruf sebagai pesan tertulis Alquran. Baik itu angka yang berhubungan dengan jumlah ayat, jumlah surat maupun dengan jumlah juz atau nomor urut dari surat, juz dan yang lainnya. Dengan angka kita dapat berhitung, dan melakukan pengukuran-pengukuran untuk mendapatkan ketepatan dari sesuatu hal yang ingin diketahui secara kebih tepat. Dan dengan huruf kita dapat menuliskan uraian-uraian, sebagai penjelasan dari sebuah hasil kajian. Dimana pesan untuk memperhatikan keberadaan angka sebagai sisi lain dari Alquran, sebagai penyeimbang dari keberadaan huruf. Sebenarnya jauh-jauh hari telah ditunjukkan-Nya di dalam ritual peribadatan, seperti pada ibadah shalat dan thawaf.
Di akhir ibadah shalat baik fardhu maupun sunnah, diiringi dengan menolehkan kepala ke arah kanan dan ke arah kiri. Kita akan menutupnya dengan mengucapkan doa, memohon kepada-Nya agar Dia memberi keselamatan, rahmat dan keberkahan. Karena ibadah shalat merupakan perintah-Nya di dalam Alquran. Maka adanya gerak kepala ke arah kanan dan ke arah kiri. Seharusnya kita lihat sebagai isyarat dari-Nya untuk memperhatikan adanya “gerak” di dalam kitab Alquran. Gerak ke arah kanan adalah cerminan dari gerak angka. Ketika kita menulis bilangan 2013, maka gerak angka ke arah kanan akan dimulai oleh angka 2, 0, 1 dan 3. Gerak ke arah kiri merupakan cerminan dari gerak penulisan huruf-huruf hijaiyah di dalam Alquran. Mengapa menjadi penting memperhatikan gerak. Karena sebenarnya hidup adalah gerak, dan gerak merupakan dinamika dari kehidupan manusia itu sendiri. Adanya kajian terhadap angka dan huruf, merupakan suatu bentuk keseimbangan dalam upaya memahami pesan Alquran yang harus dilakukan. Karena pada dasarnya Allah juga menciptakan segala sesuatu secara seimbang, sebagaimana dikatakan-Nya pada QS.67 Al Mulk di ayat ke 3.
Jadi doa di akhir shalat yang diiringi dengan gerak kepala ke arah kanan dan kiri, mengandung pesan adanya angka dan huruf, atau huruf dan angka. Huruf berkaitan dengan kegiatan membaca, dan angka berkaitan dengan kegiatan berhitung. Karena setelah ibadah shalat itu berakhir, kita akan kembali kepada kehidupan yang sebenarnya, kembali bersosialisasi di dalam kehidupan bermasyarakat. Tempat dimana segala macam dosa dan kesalahan dapat terjadi disitu, bukan di dalam ritual shalat. Maka dengan berbekal pengenalan terhadap huruf dan angka. Berbekal kecakapan membaca segala situasi dan kondisi, berbekal kecakapan memperhitungan segala kemungkinan yang akan terjadi. Diharapkan setiap muslim dapat menjadi orang-orang yang cerdas. Orang-orang yang selalu dapat keluar dengan selamat dari setiap permasalahan kehidupan yang dihadapi, disertai dengan rahmat dan keberkahan dari-Nya. Karena membaca dan berhitung, atau berhitung dan membaca sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya. Renungkan dalam-dalam, bahwa setiap keputusan apapun yang diambil oleh seseorang di dalam hidupnya. Tidak akan pernah terlepas dari adanya proses membaca dan berhitung. Tidak akan pernah terlepas dari keterkaitannya dengan angka dan huruf, atau huruf dan angka. Demikian juga dalam upaya memahami pesan serta petunjuk-Nya di dalam Alquran, agar kita selamat. Dalam arti dapat mendekati kebenaran yang sesungguhnya.
Pada ibadah thawaf, gerak mengelilingi Ka’abah harus di mulai dari sudut yang terdapat Hajarul Aswad. Mengapa Hajarul Aswad diletakan pada sudut Ka’bah, dan bukan ditengah-tengah bidang dari dinding Ka’abah. Bukankah pada sudut suatu bangunan seharusnya diletakan tiang, sebagai pengokoh seluruh dinding bangunan? Bukan membuat lubang untuk meletakan Hajarul Aswad? Tetapi dengan diletakkannya batu itu pada sudut bangunan, maka ketika seorang yang akan memulai ibadah thawaf. Sebenanya dia akan melihat dua sisi dinding Ka’abah, kanan dan kiri. Tidak demikian halnya jika Hajarul Aswad itu diletakkan ditengah-tengah bidang dari dinding Ka’abah. Seorang yang akan memulai thawaf hanya akan melihat satu bidang dinding itu saja. Sebagai sebuah bangunan yang menyerupai bentuk kubus, dinding Ka’abah terdiri dari empat sisi yang tegak berdiri. Perintah-Nya untuk thawaf mengelilingi bangunan Ka’abah. Secara simbolik adalah perintah untuk melihat dan mencoba memahami sisi lain dari petunjuk serta keluasan ilmu-Nya di dalam Alquran, yang belum terungkap. Adanya empat sisi pandang yang berbeda, mengingatkan kita kepada empat imam; Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i, di dalam khazanah keislaman. Dimana semuanya juga berkiblat kepada Alquran, dan tidak seorang pun menganggap bahwa pendapatnya adalah yang paling benar di antara yang lainnya. Karena pada dasarnya mereka menyadari, bahwa banyak sisi lain dari Alquran yang dapat dilihat dan dipelajari. Mengapa Ka’abah sebagai kiblat dari umat Islam ketika melaksanakan ibadah shalat, dikatakan sebagai simbol dari Alquran. Karena sesungguhnya manusia memang membutuhkan simbol-simbol, di dalam menjalankan kehidupannya. Sebagaimana angka merupakan simbol dari bilangan, dan huruf simbol bunyi. Dengan berkiblat ke arah Ka’abah ketika melaksanakan ibadah shalat. Banyak orang mengatakan bahwa orang Islam juga menyembah batu. Terhadap pernyataan seperti ini tidak sepantasnya kita harus marah. Tetapi justru kita harus dapat menjawab dan menerangkan dengan baik kepada mereka yang tidak memahami, karena sesungguhnya Allah memang melarang kita untuk menyembah batu. Batu merupakan salah satu judul surat di dalam Alquran, yaitu;  QS. 15 Al Hijr (BATU) dengan jumlah ayat sebanyak 99 ayat. Bilangan 99 sebagai jumlah ayat, mengingatkan kita kepada Al-asmaa ul-husna sebagai nama baik yang juga berkaitan dengan sifat Allah. Kalau kedua jumlah bilangan ini dijumlahkan, maka ia akan menjadi; 15+99 = 114. Bilangan ini merupakan jumlah seluruh surat di dalam Alquran. Dengan demikian sesungguhnya umat Islam berkiblat kepada Alquran di dalam ibadah shalat, dan dalam kehidupannya sehari-hari.
Demikian juga ketika dikatakan pada QS. 3 Ali Imraan ayat 96 bahwa; rumah yang awal pertama dibangun untuk peribadatan bagi manusia adalah Baitullah yang ada di Bakkah (Makkah). Rumah yang diberkahi oleh-Nya dan menjadi petunjuk bagi manusia dan kehidupan dari mahluk lain yang ada di alam semesta. Tentunya yang dimaksud sebagai rumah peribadatan disini adalah; Ka’abah. Dan sejatinya Ka’abah itu pula, yang sesungguhnya dijadikan simbol dari Alquran. Karena Alquran memang merupakan petunjuk dari-Nya bagi manusia, dan juga kehidupan lain yang ada di alam semesta ini. Bangunan itu pastinya dibangun oleh nabi Adam as. Karena setelah diturunkan dari dalam syurga, sebagai manusia dia terikat oleh ketentuan untuk beribadah kepadanya. sebagaimana dikatakan pada QS.51 Adz Dzaariyaat ayat 56; bahwa Dia tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Tentang bagaimana bentuk rumah peribadatan seharusnya dibangun, serta dimana lokasinya, tentu semua itu atas petunjuk-Nya. Walaupun tentu bentuknya belum sempurna seperti sekarang, dimana pada periode berikutnya nabi Ibrahim ikut serta memperbaiki dan meninggikan bangunan Ka’abah.
Selanjutnya pada QS. 3 Ali Imraan ayat 97 itu juga dikatakan, bahwa barang siapa yang memasuki Baitullah atau Ka’abah menjadi amanlah dia. Pada bagian ayat ini juga ada bagian yang harus diperjelas. Karena Ka’abah sebagai bangunan yang terbuat dari batu, memang merupakan simbol Alquran. Karena pada dasarnya tidak semua orang yang dapat memasuki bangunan Ka’bah pada setiap waktu kecuali mungkin petugas yang membersihkan bagian dalam Ka’abah atau keluarga kerajaan Arab Saudi. Kalau pun kita dapat memasukinya, kita tetap tidak akan merasa aman. Karena berada di dalam bangunan batu dengan satu pintu yang biasanya selalu tertutup, yang pasti kita akan merasa pengap karena panas dan mungkin kekurangan oksigen. Tetapi sebagai simbol Alquran, Ka’abah dapat dimasuki oleh siapa pun di setiap saat. Dan bagi mereka yang “memasukinya”, dengan cara membaca, mempelajari, memahami serta mengamalkan petunjuk Allah di dalam Alquran itu dalam hidupnya. Maka pastinya akan amanlah dia, karena apa yang dilakukannya memang sesuai dengan kehendak-Nya.
Pada sisi lain dengan bentuk yang menyerupai kubus, Ka’abah terdiri dari 6  bidang. Dimana sebagai simbol dari Alquran sesungguhnya Alquran juga dibagi dalam 6 pengelompokan, berdasarkan pembagian surat-surat di dalam sebuah juz, seperti berikut ini.  

       tabel dari pengelompokan surat-surat di dalam juz pada Alquran
klmpok
kategori pembagian surat
no. juz
jml.




1.
surat-surat utuh
17, 28, 29 dan 30
4
2.
sebagian surat
2 dan 5
2
3.
surat utuh + sebagian surat
1, 15, 18 dan 26
4
4.
sebagian surat + surat utuh
14, 16, 25 dan 27
4
5.
sebagian surat + surat utuh + sebagian surat
11, 13, 19, 20, 21, 22, 23 dan 24
8
6.
sebagian surat + sebagian surat
3, 4, 6, 7, 8, 9, 10 dan 12
8
jumlah seluruh juz =
30

Dalam hal ini yang dimaksud sebagai surat yang utuh di dalam pengelompokan surat-surat di dalam juz, dapat terdiri dari satu surat atau lebih. Jadi dengan mengikut sertakan angka dalam kajian Alquran. Disini terlihat bahwa angka dapat lebih memperjelas suatu petunjuk yang sebelumnya tidak, atau belum jelas untuk dipahami sebagaimana tertulis di dalam Alquran berupa huruf-huruf.

1 komentar:

  1. Saya percaya,,mendiang alm.Loekman mendapat hidayah Allah,sehingga meneliti al Quran dari sisi Numeriknya. ( mungkin Allah ingin menyampaikan pesanNya,dari dua sisi- verbal dan numerik..)
    Ini sangat saya hargai. Silahkan dilanjutkan,semoga Alloh memudahkan.

    BalasHapus